Bertepatan dengan suasana Idul Fitri, sivitas akademika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga menggelar halalbihalal di halaman parkir mobil, Kamis (14/7). Gelaran halalbihalal itu dihadiri oleh beragam elemen mulai dari mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, hingga para purnabakti.
Sivitas akademika dari kalangan purnabakti yang hadir tampak riang setelah tidak bersua sekian lama. Grup musik Caramellos, misalnya, yang beranggotakan lima para pengajar senior bermain instrumen alat musik sambil menyanyikan lagu-lagu kenamaan jaman dulu. Sambil sesekali, Caramellos mengiringi senam poco-poco Dharmawanita di panggung halalbihalal.
Selain grup musik Caramellos, halalbihalal juga dihadiri oleh para guru besar yang sudah memasuki masa pensiun lainnya. Dua diantaranya adalah Prof. Dr. Krisnowati Djojosoedarsono, drg., Sp.Pros., dan Prof. Dr. Nini S. Winoto, drg., MS, Sp.Ort.
Kurikulum berubah-ubah
Prof. Nini, yang tercatat sebagai mahasiswa FKG UNAIR tahun 1953, memiliki cerita tersendiri tentang fakultas tersebut. Pada waktu itu, FKG masih memiliki nama sebagai Lembaga Ilmu Kedokteran Gigi (LIKG). Karena kondisi keamanan Indonesia pada masa itu masih berangsur normal, Prof. Nini banyak memiliki kawan mahasiswa yang baru kembali dari medan pertempuran.
“Pada waktu itu, mahasiswanya sudah campur baur. Sekolah di sini (FKG, red) merupakan sesuatu yang baru. Kita kumpul dengan mereka yang baru selesai berjuang (kembali dari medan perang, red). Banyak semua diterima. Satu ruangan penuh. Kita berangkat pagi sekali untuk mendapat tempat duduk yang paling depan. Saya nggak tahu satu angkatan itu berapa, mungkin ada ratusan,” tutur Prof. Nini.
Selain soal pertemanan, salah satu hal yang diingat oleh Prof. Nini adalah kurikulum pendidikan yang kerap berganti. Pada masa kepemimpinan Prof. M. Knap, tahun 1949 – 1953, lama pendidikan LIKG yang harus ditempuh adalah empat tahun. Setelah Prof. Knap pensiun, kepemimpinannya diganti oleh Prof. M. Soetojo, yang berlangsung sampai tahun 1954. LIKG pun diubah menjadi enam tingkat.
“Gonta-ganti kurikulum. Waktu itu, saya sampai tingkat berapa gitu, kuliahnya digabung bersama-sama dengan Fakultas Kedokteran di ruangan propadus,” tutur Prof. Nini.
Terus belajar
Sebelum menjadi dosen pada Departemen Prostodonsia FKG UNAIR, Prof. Krisnowati menempuh studi pada kedokteran gigi tahun angkatan 1956. Ada beberapa hal yang menurutnya jauh berbeda antara tahun ia menempuh studi dengan FKG pada jaman sekarang.
Beberapa hal yang dimaksud diantaranya adalah jumlah mahasiswa yang tak sebanyak sekarang, dan persyaratan rekrutmen menjadi dosen yang kian rumit. “Sepertinya syarat rekrutmen dosen sekarang agak sulit ya. Dulu tuh, pokoknya dapat tambahan tugas belajar saja sudah bisa jadi dosen. Kalau sekarang, kok sepertinya enggak,” cerita Prof. Krisnowati yang lulus pendidikan dokter gigi pada tahun 1964.
Usai lulus kuliah, karena Prof. Krisnowati pada saat itu sedang memiliki ikatan dinas dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, ia mengabdikan diri menjadi dosen sampai tahun 2000. Menurut Prof. Krisnowati, seorang dosen juga harus tetap menimba ilmu agar wawasan bertambah. Selama terikat dinas di FKG UNAIR, salah satu pengalaman menarik profesor berusia 80 tahun itu adalah mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Inggris.
“Kebetulan saya diberi tugas belajar ke Inggris. Sebagai calon dosen, saya harus ditambah pengetahuannya. Kemudian ambil S3-nya juga dapat promotor dari universitas yang sama,” tuturnya seraya mengingat kampus tempat ia menjalani studi.
Selain tugas belajar, Prof. Krisnowati yang dikukuhkan menjadi profesor pada tahun 1999 itu juga mendapatkan pelajaran tentang penulisan ilmiah dan populer, serta terjemahan. Ilmu itu ia gunakan sampai sekarang. Buktinya, ia kini menjadi tim editor pada majalah yang membahas tentang isu patologi klinik.
Prof. Krisnowati juga menitipkan pesan demi kemajuan FKG UNAIR di masa depan. Ia mengatakan, mata kuliah Kuliah Kerja Nyata – Belajar Bersama Masyarakat (KKN – BBM) hendaknya tetap dipertahankan di masa depan.
“Mahasiswa itu kalau bisa jangan cuma S-1 saja. Waktu aku dulu masih mahasiswa, ada pelajaran KKN, itu tetap perlu. Jadi, mereka nggak hanya menguasai teori. Apa yang diinginkan masyarakat, mereka harus tahu,” pesan Prof. Krisnowati yang menulis orasi ilmiah berjudul ‘Gnatologi dan Wawasan Paradigma Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas’ pada saat pengukuhan guru besarnya. (*)
Penulis: Defrina Sukma S.
Editor : Dilan Salsabila