Surabaya, fkg.unair – Tak pernah terpikirkan sebelumnya di benak seorang Hayyu Norma Almira untuk bisa berkuliah di negeri matahari terbit, Jepang. Semua berubah ketika Hayyu mendengar informasi tentang program International Dental Course (IDC) kerja sama antara Universitas Airlangga Surabaya dengan Hiroshima University, Jepang.
Kesempatan emas tersebut tidak ia sia-siakan. Dengan semangat ia mendaftarkan namanya untuk mengikuti serangkaian proses seleksi. Hingga pada akhirnya terpilih mengikuti program IDC di Hiroshima University dengan beasiswa penuh.
“Alhamdulillah, saya mendapat peringkat pertama dalam seleksi. Sehingga mendapat beasiswa pendidikan sekaligus beasiswa hidup di sini,” ujar Hayyu.
Hayyu melanjutkan, program IDC mengambil tiga mahasiswa yang lolos seleksi di satu angkatan. Tiga mahasiswa tersebut mendapatkan fasilitas yang berbeda. Di peringkat pertama akan mendapatkan beasiswa pendidikan sekaligus beasiswa hidup di Jepang. Kemudian peringkat kedua hanya mendapatkan beasiswa pendidikan saja. Sedangkan peringkat ketiga, berkesempatan mengikuti program IDC dengan biaya mandiri.
Berkuliah di Jepang menjadi kesempatan emas yang membuat Hayyu merasa senang sekaligus takut. Sebab, ini kali pertama baginya berada di luar negeri yang jauh dari keluarga. Namun, dengan kemantapan hati, Hayyu pun terbang menuju Jepang usai menyelesaikan semester ketiganya di FKG UNAIR.
“Pertama datang di sini agak shock juga. Karena tahun ajaran di Jepang berbeda. Saya datang di Bulan Januari, sedangkan di sini Bulan Februari itu sudah ujian akhir semester. Namun, alhamdulillah bisa saya lalui dengan lancar,” jelasnya.
Menurut Hayyu, pola pembelajaran di Jepang dan Indonesia tidak berbeda jauh. Namun, ada satu hal yang membuatnya kagum, yakni kejujuran dan kedisiplinan masyarakat Jepang. Hayyu menceritakan, suasana pembelajaran di Jepang sangat kondusif. Begitu jam pelajaran di mulai, tidak ada satu pun mahasiswa mengeluarkan handphonenya. Semua mendengarkan penjelasan dari dosen yang mengajar. Hal ini menujukkan betapa mereka menghargai satu sama lain.
Begitupun dosen yang mengajar, selain datang tepat waktu, dosen juga mengakhiri pelajaran tepat waktu. Apabila ada materi yang belum sempat ia sampaikan, maka ia akan memberikan print out materi tersebut kepada mahasiswanya. Namun, khusus materi yang belum sempat ia sampaikan tidak akan masuk dalam bahan ujian.
“Di sini ujiannya berbentuk essay bukan pilihan ganda seperti di Indonesia. Tidak ada yang mencontek, karena mereka lebih baik mendapat nilai jelek dari pada malu karena mencontek. Selain itu, bahan ujiannya tidak hanya dari slide materi atau buku, bisa juga dari apa yang telah disampaikan secara lisan saat dosen mengajar. Sedetail itu, makanya mahasiswa tidak boleh meleng sedikitpun saat dosen mengajar,” jelasnya.
Ketepatan waktu tak hanya diterapkan pada saat pembelajaran saja. Saat pembimbingan pun demikian. Hayyu bercerita pernah datang lebih awal saat pembimbingan agar tidak terlambat. Namun, bukannya mendapat pujian, Hayyu malah tidak diperkenankan masuk ruangan karena belum jadwalnya pembimbingan.
“Ontime banget. Tidak boleh terlambat dan tidak boleh terlalu cepat datang. Di sini, kalau janjian jam 12 misalnya, maka biasanya para mahasiswa baru berangkat dari rumah pukul 11.45 dan sampai di tempat pembimbingan 5 menit sebelum jadwal,” jelasnya.
Kesempatan untuk berkuliah di Hiroshima University, Jepang, menjadi pengalaman berharga bagi Hayyu. Ia bersyukur dan berterima kasih kepada semua pihak, khususnya FKG UNAIR yang telah menjembataninya untuk bisa berkuliah di Jepang. Ia tak sabar kembali ke Indonesia dan berbagi semua ilmu yang ia dapatkan selama di Jepang.